Rumah Memez

Cerita Memez

Jalan-jalan Ke Tegal

[nggallery id=4] “jalan-jalan-ke-tegal ”, Bukan cuma teh poci atau  sate kambing batibul, saya menemukan indahnya persahabatan di Tegal. Dalam rangka menghadiri pernikahan sahabat suami di Semarang, kami -saya dan suami- harus mampir dulu di Tegal untuk menjemput sahabatnya yang lain. Tegal yang selama ini identik dengan keberadaan Warteg alias warung Tegal, ternyata punya banyak pesona yang tidak saya ketahui. Apalagi kalau bukan kekayaan kuliner dan pemandian air panas GUCI.
Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi saat saya dan suami tiba di rumah sahabatnya di kawasan Debong Lor. Perjalanan yang dimulai pada tengah malam jumat itu membuat kami kelelahan. Rumah sahabat suami yang berada tepat di depan Masjid rupanya tengah dipenuhi sekumpulan Ibu-ibu yang tengah menggelar pengajian. Indahnya di pagi hari bisa berkumpul untuk menggelar pengajian. Meski  lelah tak terkira, saya enggan untuk tidur. Saya pun mengusulkan untuk mengunjungi pemandian air panas GUCI yang ditempuh sekitar 40 menit dari Debong Lor.
Pemandangan sepanjang jalan menuju pemandian air panas GUCI membuat mata saya menjadi segar. Rindangnya pepohonan dan dinginnya udara membuat saya memutuskan untuk mematikan pendingin mobil. Untuk masuk ke pemandian air panas GUCI setiap pengunjung dikenakan tiket 4500 rupiah untuk dewasa dan 2500 untuk anak-anak, tapi ini tiket di hari biasa. Di hari libur untuk dewasa menjadi 7000 rupiah dan anak-anak 4500 rupiah. dari pintu masuk perjalanan masih cukup jauh. Di pemandian air panas GUCI terdapat kolam renang air panas yang dimiliki oleh perusahaan teh 2 tang, harga tiketnya 12500 untuk dewasa dan 10000 untuk anak-anak. Sementara jika ingin kamar-kamar mandi yang lebih privat hanya 5000, sayang kamar-kamar privat ini hanya bisa ditempati maksimal 30 menit. tapi, ada juga yang gratis yaitu pancuran 13, yang tentu saja ramai dengan pengunjung.
Selama di Tegal, saya mencicipi kekayaan kulinernya, apalagi kalau bukan sate batibul atau sate kambing yang umurnya dibawah tiga bulan. Saya mencicipi sate kambing batibul Bu Tomo di jalan menuju pemandian air panas GUCI. satenya empuk. Sayang, belum tersedia sop kambingnya, karena saya datang pada pukul sembilan pagi. Selain sate kambing, di Tegal juga terkenal Bakso Rudal yang letaknya dekat dengan alun-alun kota Tegal. Selain sate kambing dan bakso, Tegal juga dikenal dengan Tauto alias Soto dengan tauco. Karena di rumah sahabat saumi kami sudah disuguhi tauto, makanya tak berminat mencicipinya di tempat lain.

Untuk oleh-oleh, saya dibelikan kacang Bogares yang letaknya di jalan Bogares. Jadi kacang Bogares ini adalah kacang yang digongseng, disangrai, tanpa minyak. Selain itu saya juga berburu antor alias Rungsep di pasar tradisional. Di kawasan Adiwerna, saya memborong sejumlah poci untuk minum teh, dan juga beberapa piring tanah liat. Di sini juga dijual peralatan dari Kuningan yang dijualnya perkilogram. Harga perkilogramnya adalah 120ribu rupiah.

Membeli poci tak lengkap rasanya tanpa membeli teh. Di sebuah toko grosir dekat alun-alun saya memborong teh, harganya hanya 16ribu rupiah untuk isi 50 bungkus. saya pun tertarik dengan sapu ijuk yang harganya hanya empat ribu rupiah. Meski hanya singkat saja mengunjungi Tegal, saya menemukan indahnya persahabatan. Tidak hanya melihat persahabatan suami, tapi juga menemukan sahabat baru, yaitu istri-istri dari sahabat suami, yang selama ini belum pernah saya kenal, hanya mendengar lewat ceritanya saja. Dan para suami dan para istri ini berjanji akan bertamasya bersama suatu waktu. Ah, tak sabar rasanya…