Penasaran karena banyak yang menangis sesenggukan saat menonton film ini, saya dan Miswa malah ngga sama sekali menangis apalagi sampai menangis sesenggukan. Yang ada kita malah kagum banget sama aktingnya Reza Rahardian, meski sedikit menyayangkan saat melihat aktingnya Bunga Citra Lestari.
Film ini diangkat dari buku best seller Habibie dan Ainun yang ditulis sendiri oleh BJ Habibie, mantan presiden ketiga RI. Film dan bukunya benar-benar bisa jadi pelajaran berharga buat penonton. Ditengah anggapan hidup glamor di luar negeri, saya dan Miswa malah miris saat melihat Habibie terpaksa mengganjal sepatu bolongnya dengan kertas bekas. Membayangkan di tengah guyuran salju harus melakukan itu, hiksss…. Melihat beratnya perjuangan Ainun saat hidup di luar negeri dengan fasilitas pas-pasan juga bikin berpikir dan bersyukur, mereka yang hidup di Indonesia jauh dimanjakan.
Saya pun teringat banget, zaman SD selalu ditanamkan sama guru-guru kalau harus pintar dan rajin belajar biar kayak Habibie. Maka saat melihat perjuangannya membangun industri pesawat terbang yang kemudian malah merugi, miris juga.
So far film ini sesungguhnya cukup menghibur walau ceritanya cenderung datar. Aktingnya Reza Rahardian seperti biasa selalu mengagumkan. Salut dengan Reza yang bisa membangun emosi,dengan body languagenya yang begitu mirip Habibie. Apalagi saat berbicara dengan bahasa Jerman, jempol luar biasa.
Sayang, Bunga Citra Lestari tidak terlalu mencengangkan, bagus tapi cenderung stuck. Apalagi secara make upnya masih kelihatan muda usia. Aneh aja saat suasana bersama anak-anaknya -yang salah satunya diperankan Mike Lucock- Bunga Citra Lestari masih terlihat Ibu yang masih muda banget.
Dua bahkan tiga jempol saya berikan kepada art directornya, yang berhasil menggambarkan suasana Bandung tempo dulu. Bahkan saya salut saat melihat properti yang mendukung suasana tempo dulu tercipta. saya juga mau menghaturkan hormat kepada trio penulis skenarionya yaitu Gina S Noer, Ifan Adriansyah ismail dan juga Faozan Rizal yang merangkap sebagai sutradaranya.
Film ini berhasil mencetak sejarah baru, penontonnya sudah mencapai dua juta orang sejak diputar pada 20 Desember. Ngga heran sih, secara promonya kenceng banget. Bahkan di sejumlah stasiun tivi testimoni presiden SBY saat menonton film ini diputar berulangkali.
Kehadiran Hanung Bramantyo di film ini juga turut mencuri perhatian. Memerankan seorang pengusaha yang berusaha mencari keuntungan, Hanung berhasil tampil menjadi orang menyebalkan. Meski tidak terlalu istimewa, kehadirannya cukup memecah kejemuan karena ritme film yang melulu menggambarkan Habibie yang pekerja keras dan Ainun yang begitu penyabar.
Satu adegan yang menggelikan adalah saat Ainun mengunci kamarnya dari Habibie karena suaminya bekerja terlalu keras. Habibie yang saat ini menjabat sebagai Presiden tak dibukakan pintu oleh istrinya.
Apapun kesimpulan akhirnya, film ini harus diapresiasi dengan baik. Menontonnya di bioskop adalah sebuah langkah yang sangat dianjurkan, tidak menunggu muncul di dvd apalagi diputar di tivi. Karena jangan melulu berharap film Indonesia bisa membaik kualitasnya, kalau tak menunjukkan dukungan dengan menonton di bioskop.