Sebulan belakangan ini adalah waktu yang menyedihkan buat saya.
Saya sedih, jatuh dan terpuruk banget.
Baru kali ini benar-benar merasakan patah hati.
Bahkan, saya nangis dan marah sampai kepala dan dada sakit banget.
Cerita patah hati pertama, datang dari adik bungsu saya, Bimo.
Yup, adik bungsu yang bodynya oversized tapi kelakuannya kayak anak kecil ini, membawa berita duka. Ternyata, dia drop out dari kampusnya, di ISI Yogyakarta Buat yang belum tahu, adik saya ini kuliah di jurusan Pedalangan ISI Yogyakarta. Mungkin heran ya, kok kuliah di Pedalangan? Ya, itu keinginannya, masa dilarang.
Jadi, sejak tahun 2015, Bimo kuliah di Yogya, ngekost dan tentunya jauh dari kami yang tinggal di Depok. Tapi, walaupun jauh, dia tiap hari ditelpon sama tiga kakaknya (yang bawel-bawel) dan tentu sama Papah saya. Sejak awal kuliah, saya sudah memberi tahu kalau tantangan terbesarnya untuk mengikuti pelajaran adalah penguasaan Bahasa Jawa. Dan saya concern banget, supaya Bimo kursus Bahasa Jawa.
Semua Tinggal Kenangan
Tapi, omongan saya selama empat semester ini ternyata cuma dianggap angin lalu keknya, masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri, Sebagai salah satu orang yang membiayai dan bertanggung jawab sama pendidikannya, saya memang paling bawel. Dan keselnya, Bimo kayak menganggap saran saya untuk kursus Bahasa Jawa ternyata angin lalu. Yang bikin saya kesal, karena Bimo ngga jujur dari awal soal kendalanya dalam menjalani kuliah.
Jadi, suatu hari, Papah saya menerima surat pemberitahuan dari kampus tentang mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya di ISI, dan nama Bimo ada di dalamnya. Saat itu, Bimo hanya bilang kalau dia meminta bantuan pada dosennya agar tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Tapi, ternyata sebuah kebohongan ngga akan bisa ditutupi terus menerus. Suatu waktu, usai pulang dari ziarah makam Mamah saya, akhirnya saya bertanya pada Bimo dan dia baru berterus terang kalau dia sudah drop out. Kuliah di kampus negeri, dimana biaya pendidikannya disubsidi pemerintah, kalau selama empat semester IPK di bawah 2 ya kudu out. Ketidakmampuan Bimo berbahasa Jawa tentu saja menghambat kuliahnya. Mau marah banget pas tahu realita ini….
Duh, saya kayak dihantam petir.
Pedih,
Perih,
Sakit banget dibohongin
Saya marah banget sama Bimo, sampai saya siram pakai air dan lempar sendal, benda yang ada di sekitar saya #EmosiBanget
Dia akhirnya bilang kalau selama ini dia ngga berani ngomong sama saya, karena dia tahu, dia sudah sangat bikin saya kecewa. Dia ngga tahu bagaimana harus ngomong sama saya.
Kemudian Suami menenangkan saya, bahwa sudah bukan waktunya menyesali keadaan ke belakang. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana menata masa depannya.
Mau kuliah di mana lagi?
Mau ngapain lagi?
Ya itulah ya… mungkin kalau laki-laki lebih logic dan saya lebih emosi yaa….
Seketika amarah saya luruh. Memang sih kesal luar biasa, kecewa banget. Tapi, mau diapain lagi, sudah terjadi. Dibalik kekesalan saya, sebenarnya saya bangga banget sama adik saya ini. Dia aktif dalam kegiatan kampus yang membuatnya makin dewasa dalam bersikap dan berpikir. Dia pintar mengelola uang, jadi kalau dikasih jatah bulanan, dia bisa mengelolanya sampai waktunya diberi uang lagi. Dibalik itu semua, saya bersyukur Bimo ngga terjebak dalam hal negatif pergaulan anak muda zaman now.
Sejak awal sebenarnya Bimo memang punya passion yang besar main musik, bahkan lumayan jago kalau main gendang. Tadinya, dia mau melanjutkan ke Etnomusikologi. Tapi, ya sudahlah, saya dan seorang Tante yang selama ini membantu biaya pendidikannya, kemudian memintanya memilih jurusan kuliah yang lain.
Brothers and sisters are as close as hands and feet – Vietnamese Proverb
Saya kemudian bicara dari hati ke hati sama Bimo, memberinya motivasi,
“Kadang orang harus jatuh dulu, untuk bisa berada di posisi lebih tinggi”
Sambil menanti tahun akademis baru, Bimo sekarang membantu usaha kecil-kecilan saya dan Suami. Lumayan lah, jadi ada yang bisa dimintain tolong.
Satu pelajaran penting dari cerita patah hati saya sama Bimo adalah… marah-marah tidak menyelesaikan masalah.
Cerita Patah Hati Kedua
Bedanya sama cerita patah hati saya sama Bimo adalah cerita patah hati kedua ini lebih tepatnya sedih.
baca : Tipe-Tipe ART
Setelah hampir sembilan tahun, akhirnya Mba ART yang bekerja di rumah saya dan papah saya minta izin buat pensiun. Jujur, saya sedih banget. Mba ART ini tuh sudah lama banget bekerja sama keluarga saya, dan bisa dibilang sudah jadi bagian dari keluarga. Walaupun cuma Mba yang kerjanya pulang pergi, tapi Mba ini benar-benar bisa diandalkan. Saya mengingat benar saat Mba ART ini baru datang dari kampungnya, dia bekerja di rumah orang tua saya. Bisa dibilang, almarhum Mamah saya adalah yang membimbingnya.
Saking percayanya saya dengan Mba ART, dia bahkan bisa memasukkan baju saya langsung ke lemari, karena dia memang jujur banget. Ngga cuma itu, Mba ART ini satu-satunya orang yang tahu di mana saja Almarhum Mamah saya menyimpan peralatan cateringnya. Dia jadi andalanqueeee…
Life With Mbak ART
Oiya, alasan si Mbak ART ini pensiun adalah anak-anaknya mulai abege dan butuh pengawasan luar biasa. Maklum ya, dua anaknya hanya diawasi kakek dan neneknya yang tentu saja ngga bisa mengawasi dengan penuh seluruh. Tadinya sih anak-anaknya mau dibawa ke sini, karena kan suami si Mbak juga kerja di Depok, tapi anak-anaknya ngga mau karena malas beradaptasi. Nah, kalau alasan kayak gini ngga mungkin dilarang dong…lagian, apa sih kuasa saya melarang seorang Ibu yang ingin hidup berdekatan dengan anak-anaknya.
Life Without Mbak ART
Waktu pamitan, saya dan si Mbak ART sampai peluk-pelukan dan nangis-nangisan. Si Mbak ART sempat-sempatnya memberi wejangan pada saya, mulai dari jadwal buang sampah di komplek perumahan saya yang tiap hari beda jenisnya, sampai wejangan supaya saya sabar menanti kehadiran anak. #BikinMakinMewek
Good Bye Mbak ART Andalanqueeee
Kebayang sih kerepotan yang bakal saya alami ketika Mbak ART ini ngga ada. Biasanya saya pulang kerja, rumah sudah rapih semuanya. Kalau Mbak ngga ada, saya paling nyerah untuk urusan cuci piring dan setrika baju. Maklum ya, aya tuh kalau masak, bisa keluar semua peralatan masak #Duh dan kalau setrika baju, satu biji aja bikin keringetan banget. Doain saya tetap survive ya ketika mbak ngga ada 🙂
Kamu pernah merasakan patah hati bukan karena pacar atau pasangan? Cerita dong di sini….
semoga Bimo tahun ini bisa masuk kuliah lagi di bidang yang dia suka ya.
Terima kasih supportnya teh Lidya…
Mba semangat terus ya. Insya Allah indha pada waktunya.
Patah hati mah aku pernah banhet, ampe ga bisa move on. Hehe
Terima kasih doanya mamah cendol 🙂
Duh Memez tabah ya say, gw juga kalau jadi loe akan marah-marah, tapi betul marah tidak akan menyelesaikan masalah. Look at the bright side bimo Alhamdulillah tidak terjerumus ke pergaulan yang ga bener. Semoga di tempat kuliah baru nanti jadi yang terbaik untuk masa depan bimo kelak.
Semoga cepet dapat art baru yang jujur nya sama dengan aya ya. aamiin
Amin… terima kasih Witha 🙂