Rumah Memez

Cerita Memez

HoneyMoon Series – Danau Toba, Tomok, Ambarita

 photo toba4_zps46b82443.jpg
Hari kedua di Danau Toba saya isi dengan penyesalan, saya bangun kesiangan. Padahal, kalau bangun pagi, matahari terbit tepat di depan kamar kami. Daripada menyesal berkepanjangan, akhirnya Miswa mengajak saya untuk lari dan menikmati suasana pagi di Danau Toba. Judulnya sih lari, tapi justru kebanyakan foto-foto. Tapi, lumayanlah hampir empat kilometer kami tempuh.

Rute larinya adalah perkampungan di belakang danau Toba, alias TukTuk Samosir, yang warganya tengah bergegas memulai aktivitasnya. Medannya cukup berat, tanjakan dan turunan tajam. Namun, karena udara yang sejuk  membuat kami tak terlalu berkeringat.

Usai lari, sarapan eh mengantuklah kita berdua. Tidur siang dan lanjut jalan-jalan deh. Tomok, Ambarita, cerita kanibalisme….

Kalau ke Danau Toba tak lengkap rasanya mengunjungi obyek wisata lainnya, yaitu Batu Persidangan di Ambarita dan Makam Raja Sidabutar di Tomok. Arahnya, kalau dari TukTuk akan ada persimpangan jalan, ke kanan ke arah Ambarita dan ke kiri ke arah Tomok. Untuk ke obyek wisata ini saya dan Miswa menyewa motor ke toko-toko yang ada di belakang Romlan. Tarif sewa motor sehari 125ribu, tapi karena hanya setengah hari Miswa menawar dan disepakati menjadi 75ribu saja.

Melewati jalan-jalan yang kiri kanannya sabana dan udaranya begitu sejuk, membuat saya benar-benar betah. Tidak sampai sepuluh menit, akhirnya saya sampai di pintu gang masuk Batu Persidangan. Sekilas memang tidak terlihat karena plang namanya sudah mulai luntur dan jalan ke dalamnya begitu rusak. Dari gang masuk akan menemukan perempatan, belok ke kanan deh.
 photo batu_zps1cf46085.jpg

Sampai di Batu Persidangan bayar tiga ribu perak, tapi ngga ada tiketnya ya. Kemudian ditawarkan guidenya, saya sih kasih 50 ribu. Kenapa mesti guide? biar jelas ceritanya saja. Tujuan pertama kemudian diajak masuk ke Museum yang berbentuk rumah Batak. Nah ceritanya bagus banget nih. Atap rumah Batak itu selalu lebih tinggi di bagian belakang, sebagai pengharapan bahwa generasi kebelakang harus lebih bagus daripada generasi sebelumnya. Di depan rumahnya, ada simbol patung, cicak dan payudara. Patung tersebut merupakan penolak bala, cicak sebagai pertanda bahwa orang Batak itu mudah beradaptasi di mana saja. Sementara, payudara adalah simbol kesuburan.

Di dalam rumah Batak terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama untuk menyimpan hewan ternak, tingkat kedua untuk tidur, masak dan aktivitas lainnya, tingkat ketiga untuk penyimpanan. Ditunjukkan juga alat tenun ulos, alat masak dan penyimpan benda berharga yang biasanya di bawah tempat tidur Raja.

 photo batu2_zps12eda5ec.jpg

Setelah ke rumah Batak, kemudian bergeser ke Batu Persidangan. jadi yang sering dipakai untuk mengadili rakyat yang diduga bersalah saat itu. Ada kursi raja yang seblahnya ditemani datuk. Sementara itu terdakwa kemudian ditempatkan dalam kurungan. Setelah mendengarkan keterangan saksi barulah terdakwa akan menerima hukuman pancung. Oiya, perkara yang akan kena hukuman paling berat yaitu mata-mata musuh, pencurian, pemerkosaan dan pembunuhan. Nah, biasanya kan orang zaman dulu tuh punya ilmu kebal, makanya ada buku untuk mencari hari baik kapan eksekusi akan dilaksanakan.

Ketika eksekusi akan dilaksanakan, terdakwa ditutup matanya kemudian diberi makan dan diperlakukan sebagai binatang dan dalam keadaan tanpa baju. Makanannya sendri sudah diberi ramuan untuk meluruhkan ilmu kebal yang dimilikinya. Habis makan, ditempatkan di sebuah batu besar dan disayat-sayat tubuhnya kemudian  dilumuri jeruk nipis untuk memastikan apakah terdakwa masih memiliki ilmu kebal. Kalau kesakitan berarti ilmu kebalnya sudah hilang.
 photo batu3_zps3894a703.jpg

Habis disayat, kemudian proses pemancungan pun dimulai. Algojo yang melakukan eksekusi harus benar-benar bisa memenggal kepala terdakwa tersebut dalam satu kali ayunan. Sebab kalau tidak, algojo tersebut yang akan menuai sanksi. Setelah dipenggal, dari tubuh terdakwa diambil jantung dan hati yang kemudian dipotong kecil-kecil serta dilumuri jeruk nipis dan dimakan oleh…. Raja dan Datuknya, yang dipercaya bisa menambah kesaktiannya. Ngeri??? Iya banget.

Penggunaan batu Persidangan ini mulai dihentikan pada tahun 1816 semenjak misionaris masuk ke tanah Batak. Sementara kitab-kitabnya berada di… iya di Belanda. Miris kan, yang harusnya jadi koleksi penting malah ada di negara lain.

Di belakang lokasi Batu Persidangan ini ada kios-kios yang menjual souvenir. Saya pun membeli kalender Batak ukuran besar seharga 75 rbu, dari harga 150 ribu yang ditawarkan. Serta sebuah ulos seharga 75ribu dari harga 120 ribu.

Dari Batu Persidangan, saya dan Miswa melanjutkan perjalanan ke daerah Tomok, yang menyimpan obyek wisata Boneka Sigale-gale, Makam Raja Sidabutar dan Museum Batak. Sebelum masuk ke lokasi yang harus melewati gang sempit dan dipenuhi kios pedagang souvenir, kami makan dulu di rumah makan dan mengambil uang di ATM Bank Sumut -di Toba jarang sekali ATM -sebaiknya bawa uang tunai yang cukup-

Boneka Sigale-gale ini ada di perkampungan masyarakat, yang tempatnya cukup rapih dan nyaman. Untuk menonton pertunjukan boneka Sigale-gale dikenakan biaya 80ribu rupiah, tetapi kalau hanya sekedar berfoto kasih sumbangan saja serelanya.

Ibu Santi, salah satu warga perkampungan ini berkisah. Boneka Sigale-gale yang ada di depan rumahnya sudah berumur ratusan tahun, sama seperti rumahnya yang hingga kini belum direnovasi sama sekali. Boneka Sigale-gale ini dulu dibuat untuk menghibur Raja yang sedih karena anak lelakinya gugur di peperangan. Saya pun tertarik menonton tarian Boneka Sigale-gale ini. Durasi pertunjukannya sekitar 15 menit. Di komplek Bonek Sigale-gale ini juga terdapat kentongan raksasa yang mencetak rekor MURI beberapa waktu lalu.

 photo sigale-gale_zps797b2a73.jpg

 photo kentongan_zps56d6ace8.jpg

Dari boneka Sigale-gale, saya melanjutkan perjalanan ke makam Raja Sidabutar yang jaraknya tak lebih dari 50 meter. Saat hendak masuk ke komplek makam Raja Sidabutar diharuskan memakai ulos, dan tak ada tarif masuk khusus. Raja Sidabutar ini adalah Raja yang memerintah daerah ini. Makam raja kedua lebih besar dari raja pertama.

Tak jauh dari makam Raja Sidabutar terdapat museum Batak yang isinya tak jauh berbeda yang saya temui di Batu Persidangan. Tapi lebih bersih dan tertata, namun saat saya datangi tak ada yang menjaga. Hanya anak kecil yang sedang bermain meminta saya untuk membayar tiga ribu rupiah.

Esoknya, saya kembali ke Medan dengan menaiki mobil APV yang dioperasikan oleh Bagus Taksi. Dengan tarif 65ribu per orang harusnya perjalanan ini menjadi lebih nyaman ketimbang Bus Sejahtera non AC yang saya naiki sebelumnya. Ah, tapi malah menjadi pengalaman yang menyebalkan karena sepanjang perjalanan penumpang di sebelah saya merokok terus menerus. Walau saya batuk dan kegerahan tapi penumpang ini bergeming sama sekali. Aduh gusti, dimana otaknya ya???

Walau kesal dengan penumpang sebelah yang terus merokok, saya tetap merasa bersyukur.  Sungguh saya sangat beruntung bisa menyaksikan secuplik keindahan dan kehebatan negeri ini.

 

6 Comments HoneyMoon Series – Danau Toba, Tomok, Ambarita

Comments are closed.