Rumah Memez

Cerita Memez

Darsih Menanti Tiwah

 photo SANDUNG2_zps319344bd.jpg

Sapaan penuh semangat dari Redes Nehang, kepala desa Bangkal, menyambut saya di desa yang berjarak dua jam perjalanan dari Kuala Pembuang, Ibukota kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah ini. Kedatangan saya yang diantar dengan Didik, kepala humas kabupaten Seruyan serta  Rusnah, Camat Seruyan, membuat saya dengan leluasa menggali tradisi serta adat istiadat yang ada di desa tempat masyarakat suku Dayak Temu ini bermukim.

Lokasi pertama yang saya kunjungi adalah Sandung, yang merupakan kompleks pemakaman suku Dayak Temu ini. Lahannya cukup luas dengan berbagai bangunan khas yang menjadi penyimpanan jenazah. Sejumlah bangunan yang ada dihiasi dengan ukiran dan patung yang artinya sejalan dengan orang yang dimakamkan tersebut. Saat melihat-lihat bangunan tersebut, Redes memperingati saya dan dua  orang teman yang bersama  saya untuk menjaga perilaku. Misalnya jangan tertawa atau bercanda, karena konon sudah ada sejumlah orang yang jatuh sakit karena bersikap tidak sopan saat berada di Sandung ini. Wah… saya yang tadinya sempat tertawa, kemudian langsung diam seribu bahasa. “Tenang saja, karena kalian ditemani sama kami, jadinya sudah dipamitin,” kata Redes seakan memahami kekhawatiran saya.


 photo SANDUNG5_zpsc8a5d199.jpg

Di desa Bangkal ini terdapat beberapa Sandung yang berasal dari peninggalan tetua adatnya. Kalau sekarang sandung dibuat dari bahan bangunan modern seperti semen, pasir dan batako, Sandung dahulu dibuat dari kayu. Bahkan, ada Sandung yang sudah berumur ratusan tahun dan tetap kokoh. Luar biasa memang.
 photo SANDUNG7_zps3f55be00.jpg

Saat saya sedang mengobrol dan menunjukkan ketertarikan saya akan tradisi sandung ini, seorang pemuka adat mendatangi kami. “Wah rezeki nih, ada yang meninggal sudah tiga bulan dan sedang menanti Tiwah,” katanya dengan antusias. Hah, rezeki bertemu jenazah? Wah, awalnya saya sempat bergidik ngeri, seperti apa jenazah yang sudah tiga bulan disimpan di rumahnya ini.

Rombongan kecil kami kemudian mengarah ke sebuah rumah khas Dayak yang terletak tak jauh dari Sandung tersebut. Rumah yang keseluruhannya terbuat dari kayu itu, dibiarkan tanpa sekat. Saya kemudian dikenalkan kepada Darsih, pria pemilik rumah. Saya pun bertanya di mana jenazah almarhum istrinya disimpan. Ternyata, di samping televisi, terdapat sebuah kayu yang berasal dari pohon durian utuh dan dibentuk menjadi peti jenazah dengan ukiran dan lukisan khas Dayak. Pertanyaan kemudian menyergap saya, mengapa jenazah yang disimpan sejak pertengahan Juni itu tidak bau? (Saya datang ke sana di awal September, berarti jenazah sudah disimpan tiga bulan) Rahasianya terdapat pada kayu utuh yang dibentuk dengan begitu istimewa, hingga ada saluran pembuangan kotorannya. Tak ada formalin atau zat kimia apapun yang digunakan untuk mengawetkan jenazah ini.
 photo SANDUNG6_zps85fc1546.jpg

Sebagai bentuk perhatian dan kesetiaan pada istrinya,  Darsih meletakkan benda-benda kesayangan sang istri. Dan, setiap hari Ia mengasapi jenazah istrinya dengan kayu gaharu yang dibakar dan dikipasi dengan daun khusus. Mengipasinya pun harus dengan tangan kiri, tidak sembarangan mengipasinya juga. Sebagai tamu, saya pun diminta untuk mengipasi, sebagai tanda penghargaan mereka kepada tamu. Selain itu, saya juga sempat disuguhi baram, minuman khas Dayak yang terbuat dari rempah-rempah dan lama-kelamaan berkadar  alkohol. Namun, baram yang disuguhi pada saya dan dua rekan saya, ternyata masih baru, jadi belum berkadar alkohol dan sekadar terasa hangat seperti air jahe.
 photo SANDUNG4_zps751aa07a.jpg

Bukan suguhan yang menarik hati saya, tapi perhatian dan kesetiaan darsih pada almarhum istrinya yang sudah tidak bernyawa.  Rasa kehilangan besar yang tampak di wajah tuanya tak membuatnya larut dalam duka. Darsih justru tengah menyiapkan acara besar untuk menghormati sosok istrinya. Ya, Darsih menanti Tiwah.

 photo SANDUNG3_zpsd677e2e9.jpg

Sampai waktunya Tiwah tiba, jenazah ini tetap  akan disimpan. Yang dihitung-hitung menurut hari baik, jatuh pada 11 Oktober lalu. Saat acara Tiwah digelar, sebuah perhelatan besar pun berlangsung. Sejumlah  kerbau dipotong sesuai kemampuan empunya acara,  untuk disajikan kepada tetamu. Dan kepalanya dikubur dengan sandung tersebut. Dahulu, sebelum ada kesepakatan antara tetua adat, kepala manusia yang digunakan untuk acara Tiwah ini. Digunakannya kepala manusia dalam acara Tiwah bisa dilihat di Sandungnya. Biasanya terdapat sebuah kayu kecil sebagai penanda.
 photo SANDUNG7_zps3f55be00.jpg

Komplek pemakaman Sandung dan acara Tiwah menjadi tradisi khas masyarakat Dayak yang tentu saja menarik untuk diketahui dan disaksikan oleh turis lokal maupun mancanegara. Walau saya belum pernah menyaksikan langsung acara Tiwah, saya merasa beruntung sekali bisa melihat jenazah yang disimpan berbulan-bulan, tanpa bau.

==========================================================================================

Foto Darsih menanti Tiwah ini ternyata menjadi salah satu nominasi The Most Inspiring Social Media Reporter, kontes yang digagas oleh Telkomsel. Maka, mohon bantuannya untuk memberikan vote pada foto saya ini. Caranya mudah saja :

1. Buka www.telkomsel.com/youreverydaydiscoveries

2. Ada pilihan sign in dengan twitter atau facebook. saran saya, lewat Twitter saja.

3. Nah, kemudian cari kategori Travel, lihat foto paling kanan. Judulnya I’m Always Here dari Memez Heidy Prameswari, kemudian klik kotak merah di dalamnya. Dan akan muncul tulisan “I have voted Memez Heidy Prameswari… dsbnya” jangan lupa mention saya ya di @rumahmemez

4. Terima kasih atas bantuan votenya, salam sayang dari saya 🙂

18 Comments Darsih Menanti Tiwah

  1. HM Zwan

    wah,saya baru tahu..kirain cuma di toraja aja ternyata di kalimantan ada tradisi unik juga…tfs mbk memez,sukses ya untuk fotonya ^^

    1. memez

      Hihihi… memang ngeri ngeri sedap. Thanks ya. Jangan lupa vote ya setiap hari sampai tgl 10 November
      🙂

  2. Yeye

    Serem mak.. Gw pernah d ceritain sepupu gw aja merinding hahahahaa *cemen*

    Tp gw demen cerita2 dr berbagai suku ini Mez 🙂

  3. Pypy

    Seremm yah mba Mez.. Ternyata bukan cuma Toraja aja ada ritual “simpan” jenazah gini yah sampe nnti ada acara adatnya..

  4. Tina Latief

    salam kenal mba Memez..
    saya baru tau kalau mba juga salah satu dari anggota keb.. hehe

    saya mendapat banyak pengetahuan baru semenjak baca tulisna mba ini.Jujur saja saya belum banyak tau tentang budaya suku dayak.Sempat seram juga sih lihat fotonya, secara saya takut sama jenazah tapi beruntungnya saya jadi tau kalau di dayak ada kebudayaan seperti ini..

  5. De

    kayak di Bali ya, secara upacara ngaben jadinya gak smua jenazah bisa langsung diproses. Nunggu keluarga punya uang dulu, baru bisa bikin ngaben. Kadang suka bareng bbrp mayat sekaligus

    1. memez

      Pada prinsipnya sih sama dengan ngaben ya Mbak De, cuma bedanya kalau ngaben di bakar ini dikubur di dalam bangunan.

  6. desweet26

    waktu aku liat ada gambar jenazah yang ditutupi kain itu, langsung merinding aku mba Meez…

    tapi kok bisa ya jenazah yang disimpan ampe 3 bulan itu ga bau..
    tenyata tradisi di daerah2 unik juga yaa…

    1. memez

      Aku pun masih suka merinding…makanya kalau sendirian ngga berani lihat. Karena ada ramuannya jadi ngga bau yaaa

Comments are closed.